Perlawanan dalam negeri terhadap apartheid di Afrika Selatan
From Wikipedia, the free encyclopedia
Perlawanan dalam negeri terhadap apartheid di Afrika Selatan dimulai dari sektor-sektor independen yang ada di masyarakat Afrika Selatan. Gerakan ini bermula dari gerakan sosial, perlawanan tanpa kekerasan hingga perang gerilya. Aksi massa melawan Partai Nasional yang merupakan partai yang berkuasa, lalu dipasangkan dengan tumbuhnya isolasi internasional Afrika Selatan serta sanksi ekonomi adalah instrumen yang menjadi penggerak negosiasi untuk mengakhiri apartheid. Gerakan ini secara resmi dimulai pada tahun 1990 dan berakhir dengan pemilihan multiras pertama di bawah hak pilih universal pada tahun 1994.[6][7]
Pemberontakan dalam negeri terhadap apartheid | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Nelson Mandela membakar buku izin masuk miliknya pada tahun 1960 sebagai bagian dari kampanye pembangkangan sipil | |||||||||
| |||||||||
Pihak terlibat | |||||||||
MK (ANC/SACP) AZANLA (AZAPO) APLA (PAC) ARM SAYRCO UDF (Pemberontakan anti-kekerasan)[4] |
Uni Afrika Selatan (1948–1961) Republik Afrika Selatan (1961–1994) | ||||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||||
Oliver Tambo Nelson Mandela Winnie Mandela Joe Slovo Joe Modise Moses Mabhida Lennox Lagu Potlako Leballo John Nyathi Pokela |
Hendrik Verwoerd John Vorster P. W. Botha F. W. de Klerk Hendrik van den Bergh Dirk Coetzee Eugene de Kock | ||||||||
Korban | |||||||||
21,000 korban meninggal karena kekerasan politik(1948-94)[5] |
Apartheid diadopsi sebagai kebijakan resmi pemerintah Afrika Selatan oleh Partai Nasional (NP). Keputusan ini mengikuti kemenangan mereka pada pemilihan umum tahun 1948.[8] Pada awal dekade 1950an, Kongres Nasional Afrika (ANC) memulai Kampanye Bantahan sebagai bentuk perlawanan tanpa kekerasan.[9] Protes-protes pembelotan sipil selanjutnya berfokus pada larangann jam malam, hukum izin masuk dan segregasi "apartheid picik" di fasilitas umum. Beberapa demonstrasi anti-apartheid mengakibatkan kericuhan yang menyebar di Port Elizabeth dan East London pada tahun 1952. Namun, pengrusakan properti tidak secara sengaja dilaksanakan hingga 1959. Tahun itu, kemarahan atas hukum izin masuk dan regulasi lingkungan dianggap tidak adil terhadap petani kulit hitam yang berakibat kepada pembakaran berkala yang menargetkan perkebunan tebu.[10] Organisasi seperti ANC, Partai Komunis Afrika Selatan dan Kongres Pan Afrikanis (PAC) masih berkutat dengan mengorganisir penyerangan siswa dan boikot kerja yang terjadi diantara tahun 1959 dan 1960[11] Mengikuti pembantaian Sharpeville, beberapa gerakan anti-apartheid, termasuk ANC dan PAC, memulai perubahan taktik dari non-kooperatif damai menjadi lebih keras dengan membentuk sayap perlawanan bersenjata.[12]
Serangan massa dan demonstrasi siswa berlanjut hingga dekade 1970-an yang dimotori oleh peningkatan pemecatan ras kulit hitam sekaligus ketidakpopulerannya Perang Perbatasan Afrika Selatan. Pada dekade ini juga, sebuah gerakan asertif muncul, yaitu Black Consciousness Movement.[13] Penindasan yang brutal pada pemberontakan Soweto pada tahun 1976 meradikalisasi generasi aktivis kulit hitam dan meningkatkan kekuatan satuan gerilya ANC, Umkhonto we Sizwe (MK) dalam jumlah yang besar.[14] Dari tahun 1976 hingga 1987, MK telah melakukan serangan bom berantai kepada fasilitas pemerintah, jalur transportasi, pembangkit listrik dan infrastruktur sipil lainnya. Militer Afrika sering membalas mereka dengan menyerang rumah persembunyian ANC yang ada di negara tetangga.[15]
Partai Nasional melakukan beberapa percobaan untuk merubah sistem apartheid yang dimulai dari referendum konstitusional tahun 1983. Referendum ini mengenalkan parlemen parlemen trikameral, yang membolehkan perwakilan ras-ras kulit berwarna dan ras India Afrika Selatan. Akan tetapi, referendum ini tetap mengabaikan hak politis terhadap ras kulit hitam di Afrika Selatan. Kontroversi yang terus berlanjut menimbulkan gelombang baru gerakan sosial anti-apartheid dan kelompok komunitas untuk menyuarakan keinginan mereka melalui barisan politik nasional, yaitu Barisan Demokrat Bersatu (UDF).[7] Dalam waktu bersamaan, perseteruan antar faksi antara ANC, PAC dan Organisasi Masyarakat Azania (AZAPO),yang merupakan satuan militan ketiga meningkat menjadi kekerasan antar kelompok dalam perebutan pengaruh antar tiga kelompok tersebut .[16] Pemerintah mengambil kesempatan untuk mengumumkan keadaan darurat pada tahun 1986 dan menahan ribuan lawan politiknya tanpa melalui persidangan[17]
Negosiasi bilateral rahasia untuk mengakhiri apartheid berlangsung ketika Partai Nasional bereaksi dengan meningkatkan tekanan eksternal dan atmosfer politik yang rusuh.[7] Pimpinan ANC seperti Govan Mbeki dan Walter Sisulu dibebaskan dari penjara diantara tahun 1987 sampai 1989 dan pada tahun 1990, ANC dan PAC secara resmi didaftarkan sebagai organisasi terlarang oleh Presiden F. W. de Klerk dan Nelson Mandela yang telah keluar dari penjara. Pada tahun yang sama, MK mencapai gencatan senjata resmi dengan Pasukan Pertahanan Afrika Selatan. Hukum apartheid selanjutnya dibatalkan pada tanggal 17 Juni 1991, dan negosiasi antar partai pun berlangsung hingga pemilihan umum multiras yang diadakan pada bulan April 1994.[18]